PEMBARUAN.ID – Bagaimana idealnya Bawaslu? Atau idealnya Bawaslu bagaimana? Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bayu Sujadmiko, S.H., M.H., Ph.D mencoba menggambarkan pola kerja lembaga pengawas pemilihan yang ada di Brazil, yang dinilai sebagai sistem pengawasan Pemilu yang paling efektif di dunia.
Hal tersebut dipaparkan Bayu dalam Workshop Desiminasi Regulasi Penyelesaian Sengketa Pemilu 2024, di Golden Tulip, Springhill Lampung, Selasa (08/11/2022).
Menurutnya, Bawaslu adalah lembaga pengawas Pemilu sengaja dibentuk untuk mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu, menerima aduan, menangani kasus pelanggaran administratif Pemilu, serta pelanggaran pidana Pemilu berdasarkan tingkatan sesuai peraturan perundang-undangan Bawaslu diatur dalam Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Bawaslu punya lima tugas saat melaksanakan PSPP. Mulai dari menerima permohonan, melakukan verifikasi secara formil dan materiil permohonan sengketa proses pemilu. Kemudian, melakukan mediasi antara pihak yang bersengketa. Tugas keempat, melakukan proses ajudikasi PSPP, dan terakhir, memutus penyelesaian sengketa proses pemilu,” kata alunus Kanazawa University,
Japan itu.
Lahirnya Panitia Pengawas Pelaksanaan (Panwaslak) Pemilu di masa Orde Baru, lanjut dia, yang dibentuk dari Undang Undang Nomor 2 Tahun 1980, mandat pertama yang diberikan ialah untuk mengawasi pelaksanaan pemilu atau mengawasi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).
“Pengawasan pemilu kala itu menjadi penting dilakukan mengingat banyak protes dari rakyat yang menduga adanya kecurangan Pemilu yang dilakukan LPU pada gelaran pemilu-pemilu sebelumnya,” tuturnya.
Perjalanan kewenangan Bawaslu dalam mengawal demokrasi bangsa ini, tambah dia, merupakan proses hak dan kekuasaan kelembagaan. Dinamika dan konstelasi bangsa sejak masa orde baru hingga pasca-reformasi sangat mewarnai penguatan kewenangan untuk mengawasi dan menegakkan keadilan pemilu.
“Jika bicara idealnya Bawaslu. Kita harus belajar dari Brazil, negara berkembang yang memiliki sistem Pemilu sendiri, yang termasuk sistem yang paling efektif di dunia. Ketentuan diatur secara tegas, baik dalam konstitusi dan UU Pemilunya.
Keanggotaan Superior Elektoral Court (SEC), terdiri dari tujuh hakim yang diangkat melalui pemikihan secara rahasia dan penunjukan oleh Presiden,” jelas dia.
“Indonesia dapat mengambil contoh penerapan dari Brazil, sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang ideal,” tandasnya.
Perkuat Kemitraan
Sementara, Penasehat DPC Peradi Bandarlampung, Rozali Umar yang juga narasumber pada Workshop tersebut, lebih menekankan agar Bawaslu memperkuat kemitraan dalam melaksanakan peran pengawasan. Dalam pemantauan Pemilu, kata dia, Bawaslu bisa berkolaborasi dengan Peradi di kabupaten/kota, atau lembaga pemantau pemilu yang telah terverifikasi.
“Dalam proses penyelesaian sengketa, Bawaslu bisa berkolabirasi dengan lembaga pemantau Pemilu yang terverifikasi. Selain itu, juga bisa melibatkan Ormas, OKP dan Organisasi Profesi,” kata dia.
Dalam penanganan sengketa, lanjut dia, keputusan Bawaslu sifatnya final dan mengikat, tapi tetap ada pengecualian. Di situlah, perbadaan Bawaslu yang sekaligus menjadi kelemahannya.
Karenanya, tambah dia, dalam penyelesaian sengketa Pemilu, advokat bertindak sebagai kuasa hukum Pelapor atau Terlapor. Ada dua upaya yang biasa dilakukan dalam penyelesaian sengketa Pemilu, yakni menempuh upaya Litigasi atau Non-litigasi.
“Upaya Litigasi, yakni penyelesaian sengketa melalui proses beracara ajudikasi di Bawaslu, PTUN, MK dan GAKUMDU . Sementara, upaya Non-Litigasi penyelesaian sengketa di luar proses beracara, Somasi (konfirmasi dan klarifikasi, teguran hukum), Mediasi/Musyawarah antara pihak yang bersengketa. Karenanya, kemitraan antara Bawaslu dan advokat menjadi penting,” pungkasnya. (tim/red)