Skip to content
Facebook
Twitter
WhatsApp
Iklan

Oleh : Ariyadi Ahmad

KPID Lampung Award 2022, dibuka oleh Wagub Lampung, Chusnunia Chalim, di Ballroom Hotel Horison, Bandarlampung, Kamis (20/10/2022).

Setidaknya ada 15 kategori di bidang penyiaran televisi dan radio di Lampung, dianugrahi Award oleh lembaga independen tersebut.

Sayangnya ajang yang mestinya sangat bergengsi itu justru menuai kritik pedas dari masyarakat. Mulai dari jurnalis hingga awam menilai, kegiatan tahunan tersebut, bak seremoni eksekusi program dan anggaran saja, (lihat : media sosial).

Ya, penilaian tersebut bukan tanpa alasan. Tidak ada konsep yang jelas dalam penyelenggaran Award yang bertema ‘Penyiaran Sehat Menuju Lampung Berjaya’ itu.

Dari susunan acara saja, tamu undangan sudah dibuat bingung, dengan apa yang disuguhkan. Beruntung ada Videotron besar di panggung dengan hiasan ornamen Lampung. Jika tidak, penonton akan beranggapan jika acara tersebut adalah kegiatan fashion show atau sebuah kegiatan perlombaan.

Mengejutkan lagi, setelah menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Mars KPID, Lampu ruangan tiba-tiba mati, lalu muncul tiga penari, dua laki-laki dan seorang perempuan dengan pakaian ketat berwarna keemasan, ketiganya ngedance diiringi musik keras dan kilau lampu redup, bak berada disebuah diskotik.

“Saya membayangkan akan ada penayangan atau pertunjukan kabaret dengan tema penyiaran sehat. Kok justru tidak sehat,” gumam saya. Saya hadir mewakili Ketua PWI Lampung yang berhalangan.

Apa hendak dikata. Bak kata pepatah, jauh panggang dari api. Subjektif memang, ketika saya melakukan kritik terhadap lembaga dimana saya pernah ikut berkompetisi untuk bisa duduk di dalamnya.

Tapi, itulah kenyataannya. Entah saya yang terlalu bodoh dan tak punya konsep, sehingga tidak bisa melihat hal yang ‘Wah’ pada sajian tersebut. Atau memang konsep kearifan lokal tidak dikenal dalam dunia penyiaran ala KPID Lampung, sehingga tarian ala barat lebih dipilih untuk disajikan.

Tidak hanya itu, hadirin juga sempat disuguhkan sebuah tayangan video yang menayangkan foto-foto pose para komisioner KPID Lampung tanpa caption. Ya, tak ayal video tersebut bak tampilan reels pada platform media sosial, yang tak menjelaskan apa pun.

Sementara, dalam sambutannya, Ketua KPID Lampung, Budi Jaya mengaku akan hadirkan penyiaran yang berkualitas, sehat, dan bermartabat. Untuk itu KPID Provinsi Lampung menggelar KPID Lampung Award 2022, sebagai bentuk penghargaan terhadap program siaran yang berkualitas.

Pertanyaannya, penyiaran berkualitas yang bagaimana yang dimaksud Budi Jaya sementara di ajang bergengsi bagi insan penyiaran di Lampung itu, KPID sendiri menyuguhkan dance ala diskotik.

Padahal, pemerintah menaruh harapan lebih pada mitra Komisi I DPRD Lampung itu. Bahkan, dalam sambutannya yang dibacakan Wagub Chusnunia, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi berharap KPID bisa dorong lembaga penyiaran memproduksi siaran mencerdaskan dan bermanfaat bagi masyarakat.

“Di tengah banyaknya perubahan di era hari ini, termasuk arus informasi yang begitu mudah didapatkan dan beredar dengan cepat, diharapkan kita mampu menjawab tantangan dengan bergerak bersama agar penyiaran di Provinsi Lampung berjalan sesuai koridor, sehat, memberikan informasi yang seimbang dan bermutu, serta tidak meninggalkan sisi edukatif,” kata Wagub Chusnunia membacakan sambutan gubernur.

Mendengar harapan gubernur yang begitu besar tersebut, saya terbayang saat beberapa pertanyaan Ibu Ari Damastuti yang kala itu menjadi tim seleksi komisioner KPID Lampung kepada saya, dalam sesi wawancara.

Apa itu penyiaran? Dengan gamblang saya menjawab, penyiaran adalah pendistribusian muatan audio atau video kepada pemirsa yang tersebar melalui berbagai medium komunikasi massa. Umumnya menggunakan spektrum elektromagnetik (gelombang radio), dalam suatu model satu-untuk-banyak.

Apakah regulasi tentang penyiaran saat ini sudah cukup? Saya pun menjawab belum. Ya, menurut saya pemerintah masih setengah hati dalam mengatur penyiaran di era digital. Di satu sisi pemerintah menutup keran persaingan bagi penyelenggara penyiaran dengan perizinan yang ketat. Di sisi lain pemerintah seperti abai dengan gempuran siaran Channel YouTube yang bar bar.

Pemerintah Provinsi Lampung, melaui Perda Nomor 10 Tahun 2015 hanya mewajibkan 10 persen konten bermuatan kearifan lokal, kepada televisi di wilayah Lampung. Alih-alih membatasi konten digital, yang isinya jauh dari kata arif.

Wallahu’alam

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkait