PEMBARUAN.ID – Peneliti Lampung Democracy Studies (LDS), Fathul Mu’in menilai putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) sangat tidak masuk akal dan melampaui kewenangannya sehingga putusannya tidak perlu dilaksanakan.
“Putusan hakim sangat aneh dan di luar kewajaran,” kata Fathul Mu’in.
Menurutnya, hakim pengadilan negeri tidak punya kompetensi untuk menunda pemilu. Putusannya tidak punya dasar sehingga tidak bisa dilaksanakan.
“Penundaan pemilu hanya bisa dilakukan apabila situasi kondisi tak memungkinkan. Misalnya karena bencana alam,” ujarnya.
Sekretaris Program Studi Hukum Tatanegara UIN Raden Intan Lampung tersebut juga menjelaskan, dalam skema penegakan hukum pemilu di Indonesia, penyelesaian sengketa masalah verifikasi partai politik tidak melalui pengadilan negeri. Melainkan melalui Badan Pengawas Pemilu atau melalui Pengadilan Tata Usaha Negara.
“Dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu mengatur bahwa penyelesaian masalah pendaftaran dan verifikasi partai politik bisa dilakukan di dua lembaga tersebut,” tuturnya.
Sehingga, putusan PN Jakpus tidak masuk akal, bahkan menyalahi kompetensi absolut dalam sistem keadilan pemilu.
“Menurut saya hakim menyalahi komptensi absolut. Sehingga putusannya tidak bisa dieksekusi,” tandasnya.
Diketahui, PN Jakpus mengeluarkan keputusan penundaan Pemilu. Putusan rersebut atas gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok, Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi (Vermin) partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Vermin Partai Politik Calon Peserta Pemilu, dimana Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) tahapan selanjutnya. (rls/red)