PEMBARUAN.ID – Gusdurian Lampung mengadakan forum 17an bertajuk “Indonesia Rumah Bersama” di kediaman Wakil Rektor 1 UIN Raden Intan Lampung, Prof.Alamsyah M. Ag., Jalan Mayor Sukardi Hamdani, Palapa 10/c Gunung Terang Bandarlampung, Sabtu (15/04/2023).
Forum 17an adalah kegiatan rutin yang diselenggarakan sebulan sekali. Forum ini bertujuan menjadi wadah konsolidasi berbagai elemen masyarakat dalam membangun kemandirian masyarakat.
Koordinator Gusdurian Lampung, Ahmad Suban Rio mengatakan, Gusdurian tidak hanya fokus dengan isu moderasi, lebih dari itu Gusdurian mencita-citakan kehidupan berbangsa yang adil, makmur, serta aman bagi semua kalangan.
“Cita-cita luhur dalam hidup berbangsa dan bernegara tersebut kami tuangkan dalam bentuk program. Salah satunya adalah forum 17an, melalui forum ini kami mengampanyekan banyak hal. Mulai dari toleransi beragama, keadilan gender, dan inkkusifitas,” kata dia.
Dalam kesempatan tersebut, menghadirkan empat pembicara yakni Ketua DPD Ikadin (Penta Peturun), Dr. Rosidi M. A wakil dekan 3 fakultas dakwah UIN raden intan lampung, Intelektual Muda NU dan Pegiat Klasika, Chepry Chaeruman Hutabarat serta Akedemisi dan Pengerak senior Gusdurian Lampung, Hj. Siti Mahmudah.
Penta Peturun, dalam pemaparannya menyampaikan, setiap orang memiliki kebebasan dalam memilih dan menjalankan ibadah beragama. Bahkan Undang-undang pun sudah mengaturnya.
Ia juga menyampaikan, intoleransi tercipta karena adanya kemerosotan demokrasi di Indonesia.
Sementara itu Rusdi mengatakan, Gusdur merupakan sosok yang inklusif, toleran dan demokratis. Tokoh seperti Gusdur sangat sesuai untuk Indonesia kita yang plural.
“Bagi Gusdur kemuliaan islam bisa ditunjukkan dengan menghargai dan memberi rasa nyaman kepada orang-orang yang berbeda keyakinan,”tambahnya.
Sementara Chepry menyampaikan, Bangsa Indonesia, sejak kemerdekaan ruang dialog tidak bertumbuh. Saat kemerdekaan, kita dibawah kepemimpinan politik yan patronatik ala Bung Karno. Era selanjutnya, kita dipaksa bungkam, sedangkan era reformasi kita mengalami euforia berlebih, Sehingga cara berpikir masyarakat diseragamkan.
Menurutnya ada empat problem yang mendasari peristiwa fanitisme. Yang pertama problem Epistemologis, kedua problem psikologis, ketiga problem sosiologis, kemudian yang terakhir problem politis.
Sedangkan itu, Siti Mahmudah mengatakan bahwa Indonesia dikenal di luar negeri sebagai bangsa compleceted. Dimana setiap bidang, politik, ekonomi, pendidikan dll terdapat permasalahan. (dika/red)