JARRAKPOSLAMPUNG – Kontingen Lampung akhirnya mencetak sejarah di Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI dengan meraih medali emas pertama pada Selasa (03/09/2024).
Dikutip dari harian momentum, Medali emas tersebut dipersembahkan oleh Tri Wahyuni dalam cabang olahraga senam ritmik nomor individual allround. Dengan total poin 105,600, Tri Wahyuni tampil gemilang dalam semua alat yang diperlombakan: simpai, bola, gada, dan pita.
Tak hanya medali emas, Lampung juga menambah koleksi medali dengan meraih perak di nomor yang sama. Sutjiati Kelanaritma Narendra berhasil mengumpulkan total poin 97,500.
Sedangkan medali perunggu diraih oleh Alifa Nabila Azzahra dari DKI Jakarta dengan poin 97,450.
Dengan pencapaian ini, cabang senam telah menyumbangkan satu emas, satu perak, dan satu perunggu untuk Lampung. Sebelumnya, pada Sabtu (31/08/2024), Lampung juga berhasil meraih medali perunggu dari cabang senam artistik nomor palang sejajar atas nama Meiyusi Ade Putra.
Pertandingan senam ritmik nomor individual allround di Gedung Serba Guna (GSG) Disporasu, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, diikuti oleh 23 peserta dari 12 provinsi, termasuk Lampung, Aceh, Sumut, Jatim, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Sumsel, Bengkulu, Jambi, Kaltim, dan Sumbar.
Di Gedung Serba Guna Disporasu, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, suasana dipenuhi oleh semangat dan ketegangan yang tak terlihat, namun terasa di setiap sudut ruangan.
Ada 23 peserta yang berkompetisi dalam cabor senam ritmik nomor individual allround. Masing-masing datang membawa impian dan ambisi, mewakili 12 provinsi yang mereka cintai: Lampung, Aceh, Sumut, Jatim, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Sumsel, Bengkulu, Jambi, Kaltim, dan Sumbar.
Mereka bukan hanya atlet. Mereka adalah penari yang menganyam gerakan indah di atas matras, menggambarkan ketekunan, disiplin, dan dedikasi.
Setiap gerakan, setiap lengkungan tubuh, adalah hasil dari ribuan jam latihan, dari peluh yang tak pernah dilihat penonton. Di balik senyum yang tersungging di wajah mereka, tersimpan fokus yang tak terbagi—keinginan untuk memberikan yang terbaik bagi diri mereka, bagi pelatih yang setia mendampingi, dan tentu saja, bagi provinsi yang mereka wakili.
Di antara gemuruh dukungan dari tribun, ada juga keheningan yang menyelimuti ketika pita, bola, atau simpai melayang di udara. Momen-momen inilah yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang mereka, saat keindahan bertemu dengan ketepatan, dan keanggunan menyatu dengan kekuatan.
Ini bukan sekadar pertandingan. Ini adalah pertunjukan jiwa, di mana para atlet berkompetisi bukan hanya untuk menang, tetapi juga untuk memperlihatkan keindahan dalam setiap gerak.
Di atas matras itu, mereka adalah bintang yang bersinar, bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk seluruh provinsi yang telah mengantarkan mereka hingga ke titik ini.
Dan di setiap ayunan pita, di setiap loncatan yang terukur, kita diajak untuk melihat lebih dekat, untuk merasakan bagaimana perjuangan bisa menjelma menjadi seni yang memukau.
Pertandingan ini adalah cerita tentang bagaimana manusia bisa melampaui batas-batas fisik, tentang bagaimana semangat juang bisa menemukan bentuknya yang paling elegan.
Sebuah panggung kecil yang membuktikan, bahwa dalam gerak yang sempurna, ada harapan dan kebanggaan yang lebih besar dari sekadar angka di papan skor. (***)