JARRAKPOSLAMPUNG – Laporan dugaan intimidasi dan kekerasan terhadap seorang wartawan online, MFD, oleh oknum Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kota Bandar Lampung, berinisial D, kini memasuki proses hukum. Insiden tersebut terjadi saat MFD sedang meliput Rapat Pleno Terbuka Penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bandar Lampung di Hotel Swiss-Bell, Jumat (20/09/2024).
Kejadian bermula dari upaya intimidasi yang berujung pada kekerasan fisik, di mana MFD melaporkan tindakan tersebut ke Polresta Bandar Lampung. Dengan nomor laporan LP/B/1398/IX/2024/SPKT/Polresta Bandar Lampung/Polda Lampung, MFD berharap laporannya menjadi langkah awal dalam menegakkan keadilan dan memberikan rasa aman bagi jurnalis yang bertugas di lapangan.
“Sebagai jurnalis, kami wajib menyampaikan informasi yang akurat kepada publik, dan hal tersebut dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Saya berharap pihak kepolisian dapat menangani kasus ini dengan serius,” ungkap MFD usai membuat laporan.
MFD menjelaskan bahwa ia menjadi korban kekerasan fisik berupa tandukan di dagu dan dada oleh terlapor. Insiden tersebut terjadi setelah upaya mediasi yang diinisiasi oleh komisioner KPU tidak membuahkan hasil. Bahkan, terlapor justru menantang berduel dan tidak menunjukkan penyesalan.
“Dia bilang, ‘ya udah kita setanda-tandaan,’ seolah tak merasa bersalah. Ini jelas ancaman terhadap kebebasan pers, terutama di tengah tahapan Pilkada yang sedang berlangsung,” jelas MFD.
MFD juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai keamanan para jurnalis yang meliput agenda-agenda penting KPU di tengah suasana Pilkada yang memanas. Ia menekankan bahwa KPU harus menjaga integritas dan memastikan lingkungan yang aman bagi wartawan untuk menjalankan tugasnya.
Kepolisian Gerak Cepat
Polresta Bandar Lampung telah menerima laporan dan melakukan visum terhadap MFD. Saat ini, kasus tersebut dalam penyelidikan lebih lanjut, dengan dukungan rekaman CCTV dari lokasi kejadian sebagai alat bukti. MFD berharap proses hukum ini tidak hanya memberikan keadilan baginya, tetapi juga melindungi jurnalis lain dari ancaman serupa.
“Kami menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. Saya percaya rekaman CCTV akan menjadi bukti yang jelas mengenai kejadian sebenarnya,” tambahnya.
Kasus ini muncul di tengah suasana Pilkada yang semakin intensif, di mana peliputan terhadap kegiatan KPU meningkat. KPU, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, dituntut untuk menjaga kredibilitas dan transparansi, serta memastikan keamanan jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Langkah MFD melaporkan kasus ini diharapkan dapat membuka mata publik dan pihak berwenang mengenai pentingnya melindungi kebebasan pers, terutama pada masa-masa krusial seperti Pilkada. Setiap bentuk kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis bukan hanya ancaman bagi individu, tetapi juga bagi demokrasi yang sehat. (sandika/red)