PEMBARUAN.ID – Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Karomah, Madajaya, Kedondong, Pesawaran, Ahmad Fikri menyayangkan pemberitaan yang belakangan menyudutkan dirinya.
Pemberitaan tersebut, berkaitan dengan gugatan yang dilayangkan Aceng Anwar ke Pengadilan Negeri Gedong Tataan, dengan nomor perkara 10/Pdt.G/2022/PN.Gdt terhadap dirinya yang dituduh melakukan penipuan.
“Saya merasa dirugikan dengan pemberitaan-pemberitaan tersebut. Terlebih kesannya menyudutkan saya, dan itu dilakukan berulang-ulang. Ahirnya masyarakat menyakini itu sebagai kebenaran,” kata pria yang akrab disapa Fikri itu, Selasa (01/11/2022) malam.
Karenanya, lanjut Fikri, dirinya merasa perlu mengklarifikasi hal tersebut. Sebab, kata dia, dirinya merasa nama baik pribadi dan lembaga yang dipimpinnya tercemar, lantaran pemberitaan tersebut.
“Saya perlu klarifikasi. Agar masyarakat mendapat informasinya secara utuh, tidak hanya dari pihak Aceng Anwar saja. Selama ini, saya berusaha menutup-nutupi agar tidak memperkeruh suasana,” tutur Fikri.
“Sebelumnya saya Ahmad Fikri Pimpinan Pontren Bumikaromah Center Pesawaran bersumpah, Demi Allah, bahwa apa pun yang saya katakan adalah kebenaran. Jika apa yang saya sampaikan adalah bohong, maka saya siap menerima konsekuensi dari Alloh dan hukum yang berlaku di Indonesia,” ujarnya.
Menurut Fikri, duduk persoalan tersebut berawal ketika dirinya dan rekannya bernama Muldani asal Tanggamus, bersepakat untuk membangun usaha peternakan bebek di Desa Banjarmasin, Tanggamus. Modalnya, dari hasil penjualan sebidang sawah, milik Muldani.
“Sawah itu awalnya milik Bang Muldani. Kemudian dijual kepada saya, tapi pembayarannya masih kurang. Karena Bang Muldani butuh modal untuk membangun peternakan, maka saya berinisiatif untuk melunasi tanah tersebut dengan menjual kembali tanah tersebut ke Aceng Anwar,” kata Fikri.
Karena Aceng Anwar tidak memiliki uang tunai, lanjut Fikri, Aceng Anwar menawarkan kepada dirinya, bagaimana jika tukar saja dengan satu unit mobil merek Fajero keluaran tahun 2016.
“Saya berfikir jika menjual mobil akan lebih cepat dan mudah dari pada menjual sebidang sawah. Ahirnya transaksi pun terjadi. Saya menyerahkan sertifikat sebidang sawah, dan Aceng Anwar menyerahkan satu unit Mobil Fajero tanpa BPKB,” tuturnya.
Selang beberapa hari, lanjut Fikri, Aceng Anwar pun mengutus mertua, adik dan anak buahnya bernama Hadirin, Amin dan Badrus) untuk mengukur sawah tersebut. Sayangnya, tambah Fikri, lantaran sawah memang masih dalam penggarapan, saat itu sawah masih dibajak, dan pematang sawah dalam kondisi berlumpur.
“Pematang (galengan) sawah belum bisa dilalui, karena masih basah. Ahirnya, proses pengukuran ditunda, sampai pematang sawah kering. Penundaan itu atas kesepakatan bersama,” jelas dia.
Kemudian, lanjut Fikri, lantaran niat awal menjual sawah karena butuh uang untuk modal membangun usaha peternakan bebek. Maka dirinya pun menjual Mobil Fajero dari Aceng Anwar tersebut.
“Sudah ada pembelinya, dengan kesepakatan harga Rp360 juta. Namun, karena BPKB masih ditangan Aceng Anwar, saya pun menanyakan BPKB tersebut. Ternyata, Mobil Pajero itu posisinya belum lunas dan BPKB masih di leassing ACC dengan tunggakan sebesar Rp129.500.000,” papar Fikri.
Di situlah, tambah Fikri, terjadi kesepakatan lagi, yakni Fikri akan melunasi tunggakan di leassing ACC dari hasil penjualan mobil tersebut. Artinya, kata Fikri, yang berhutang kepada dirinya justru Aceng Anwar, yakni sebesar hutang di leassing Rp129.500.000, dan Anwar Aceng berjanji akan membayar kepada dirinya paling lambat satu bulan.
“Sampai waktu yang disepakati, Aceng Anwar hanya membayar Rp20 juta kepada dirinya. Aceng Anwar pun kembali meminta waktu satu bulan, untuk pelunasan sebesar Rp109.500.000,” jelas Fikri.
Titik Awal Permasalahan
Sampai pada waktu yang disepakati, jelas Fukri, Aceng Anwar tidak juga melunasi hutangnya tersebut, lantaran sibuk menikah lagi. Padahal, tambahnya, dirinya dan rekannya Muldani sedang butuh dana untuk menyelesaikan usaha peternakan.
“Kami butuh uang itu, karena harus melunasi kebutuhan usaha ternak. Alhasil, peternakan pun mangkrak, mesin penetasan telur sudah dibeli, dan yang lainnya sudah dibayarkan uang mukanya. Hal itu lah yang membuat rekan bisnis saya (Muldani) marah,” jelas dia.
Minta Tukar Guling Dibatalkan
Tiba-tiba, lanjut cerita Fikri, Aceng Anwar ingin membatalkan tukar guling sebidang sawah dengan satu unit Mobil Fajero yang transaksinya masih menyisahkan hutang kepada dirinya tersebut.
“Karena saat itu usaha peternakan sudah saya anggap gagal. Saya pun mengalah, dan menyanggupi pembatalan tukar guling sawah dengan mobil tersebut, dengan catatan saya tidak bisa mengembalikan mobil, tapi mengembalikan uang seharga penjualan mobil Rp360 juta, dikurangi dengan hutang Aceng Anwar sebesar Rp109.500.000. Namun, Aceng Anwar menolak. Karena saat itu saya hanya ada uang Rp20 juta, saya pun mengirimkan uang tersebut kepada Aceng Anwar,” jelas dia.
Keadaan pun, lanjut Fikri, menjadi terbalik. Aceng Anwar terus mendesak dirinya agar mengembalikan uang senilai penjualan mobil Rp360 juta kepada Aceng Anwar, dan menganggap uang Rp109.500.000 yang dibayarkan ke leassing inpas.
“Ya, apa hendak dikata, saya pun mengalah. Saya pun meminta kepada Aceng Anwar agar sertifikat sawah segera dikembalikan. Dengan begitu saya bisa meminta bantuan kepada rekan saya Muldani untuk mengembalikan uang saya yang sudah masuk sebagai modal awal peternakan,” kata dia.
Muldani pun, tambah Fikri, memaklumi hal tersebut. Muldani ahirnya mengganti modal dirinya senilai Rp75 juta dan satu unit L300 2019, senilai Rp145 juta.
“Agar persoalan tidak berlarut-larut. Saya dengan niatan baik, ingin mengembalikan uang Aceng Anwar senilai hasil penjualan mobil Rp360 juta dikurangi hutang Anwar Aceng sebesar Rp109,5 juta, dan dikurangi Rp20 juta yang sudah saya transferkan. Jadi kewajiban saya, hanya sebesar Rp230,5 juta,” kata dia.
Dirinya, lanjut Fikri, mendatangi kediaman Aceng Anwar dengan membawa uang tunai Rp75 juta dan satu unit mobil L300 senilai Rp145 juta. Artinya total yang dibawanya berkisar Rp220 juta. Saat itu, tambah Fikri, Aceng Anwar dan kedua istrinya menolak, dan tetap berkeras agar saya mengembalikan dengan dana tunai Rp360 juta dan uang Rp109,5 juta sebagai pelunasan BPKB yang menggunakan uang dirinya dianggap lunas.
Banyak Saksi
“Ada saksi saat itu, yakni Penjabat (Pj) Kepala Desa Madajaya Irwan Rosa, Sekdes Abdul Basit, Kadus Bontor Suhada dan Babinkamtibmas. Itu lah yang terjadi, dan bisa dikonfirmasi kebenarannya kepada saksi-saksi yang saya sebutkan,” tandas Fikri.
Saat ini, Fikri mengaku, para jamaahnya di Pindok Pesantren Bumi Karomah Center tidak terima melihat dirinya yang terkesan didzolimi. Namun, kata dia, dirinya terus berusaha meredam, dan menyarankan agar para jamaah membantunya dengan doa.
“Ya, saya meminta kepada seluruh jamaah, sahabat dan simpatisan Bumi Karomah Center untuk tetap tenang dan terus berdoa agar masalah segera selesai. Saya meyakini sejauh apa pun kebohongan berlari, kebenaran pasti mendahuluinya,” tutur dia.
Jika bicara kerugian, kata Fikri, dirinya ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Bagaimana tidak, selain gagal merintis usaha ternak, uang yang dipakai untuk menebus BPKB mobil Aceng Anwar pun dianggap impas.
“Anehnya lagi, saya digugat dan dianggap penipu,” pungkasnya. (tim/red/***)