Skip to content
Facebook
Twitter
WhatsApp

JARRAKPOSLAMPUNG – Dewan Rakyat Lampung (DRL) menyambangi kantor staf presiden (KSP) dengan membawa sejumlah aduan mulai dari, maraknya mafia tanah, problem kawasan hutan hingga jalan rusak.

Mafia Tanah Merajalela

Anggota DRL sekaligus masyarakat Malangsari, Lamsel, Budi Utomo, meminta agar lahan Desa Malangsari dapat dilepaskan dan diberikan kepada masyarakat sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 62 tahun 2023 tentang program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA).

“Kami ingin menyampaikan pesan kepada Presiden melalui Kantor Staf Presiden bahwa kami masyarakat Desa Malangsari meminta lahan kami dapat diikut sertakan dalam program TORA,” kata Budi, Senin (23/10/2023) lalu.

Dia berharap, dengan diikut sertakannya Desa Malangsari dalam program itu, pihaknya dapat menerima kepastian hukum atas lahan Desa Malangsari, terutama lahan yang sejak dulu telah menjadi pemukiman warga.

Selain Budi, Agus selaku perwakilan masyarakat Desa Malangsari juga menyampaikan bahwa keinginan tersebut didasari atas kegelisahan mereka terhadap mafia tanah yang masih merajalela di Lampung, khususnya Lampung Selatan.

“Kami selama ini resah, sebab lahan yang kami diami dan kami garap tidak pernah diberikan kepastian hukum, kami takut sebab beberapa kali telah terjadi masalah penyerobotan lahan yang menimpa masyarakat kami,” kata dia.

Jika memiliki sertifikat, lanjutnya, maka masyarakat punya alasan kuat untuk menghentikan tindakan mafia tanah yang ingin menyerobot lahan.

Dewan Rakyat Lampung Minta Kepastian Hukum

Selain itu, DRL juga meminta Kantor Staf Presiden (KSP) agar segera turun dan meninjau lokasi kawasan Hutan Register 40 yang mana status tanah pemukiman mereka sampai saat ini belum memiliki kepastian hukum.

Pak Sukis, perwakilan dari Desa Budi Lestari menyampaikan bahwa mereka sebagai warga negara taat membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB).

Baca Juga :   Operasi Zebra Krakatau 2022, 40 Ranmor Kena e-Tilang

“Di hampir seluruh desa yang masuk kawasan Hutan register 40 sudah banyak fasilitas umum seperti Puskesmas, Rumah Ibadah, Pondok Pesantren, bahkan Sekolah Negeri. Tapi mengapa desa kami masih berstatus Kawasan hutan Register 40. Untuk itulah, kami datang ke Kantor Staf Presiden menyampaikan aspirasi kami agar dapat segera di tindak lanjuti” Ujarnya.

Selain masalah warga kawasan hutan register 40, mereka juga membawa tuntutan dari warga kawasan hutan register 22 yang memiliki permasalahan yang sama.

“Sudah bertahun-tahun jalan penghubung antara Desa Kota Batu dan Sendang Baru tidak pernah diperbaiki. Meski jalan itu masuk dalam kawasan hutan, tapi itu adalah akses tercepat bagi kami untuk mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Anak-anak kami berangkat sekolah melalui jalan itu. Kami kalau ingin berobat juga lewat jalan itu. Harusnya pemerintah memperhatikan dan mempertimbangkan hal tersebut” ujar Nur Roshid, warga Desa Kota Batu, Lampung Tengah.

Nur Roshid, salah satu perwakilan DRL, menyampaikan keluhannya terkait jalan penghubung antara kota batu dan sendang baru yang sampai saat ini tidak pernah diperbaiki.

“Kami sudah melakukan segala cara agar pemerintah bersimpati dan segera memperbaiki jalan yang menjadi akses terdekat bagi masyarakat kota batu untuk mendapatkan akses pendidikan dan ekonomi.
Anak-anak kami harus menempuh jalan yang sangat tidak layak untuk berangkat sekolah.tak jarang dari mereka mengalami kecelakaan di jalan itu,” kata Nur Roshid.

Diketahui, jalan yang dimaksud adalah jalan penghubung antara kota batu dan sendang baru, Lampung Tengah. Jalan itu masuk dalam zona kawasan hutan register 22 yang menyebabkan pemerintah enggan untuk memperbaiki jalan tersebut.

Baca Juga :   Fenomena Judi Online: Ancaman Nyata bagi Gen Z di Indonesia

Selain Nur Roshid, Yanto yang merupakan warga Sendang Baru turut hadir dalam pertemuan itu. Ia turut menyampaikan keluhan soal jalan tersebut.

“Pemerintah tidak mau memperbaiki jalan itu sebab jalan tersebut berada di dalam kawasan hutan. Tapi, seharusnya mereka memberikan toleransi terhadap masyarakat karena jalan itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Harusnya diperbaiki agar layak digunakan” tambah Yanto.

Selain masalah jalan, mereka juga mengeluhkan soal aturan Perhutanan Sosial yang di terapkan di kawasan Hutan register 22 sangat ketat dan tidak memperhatikan rakyat.

“Selain jalan, kami juga ingin mengadukan terkait pengelolaan hutan. Harus diketahui, bahwa hampir 95% masyarakat kota batu dan sendang baru menggantungkan hidup di tanah kawasan, namun untuk mengelola hutan itu kami harus berbenturan dengan aturan yang sangat ketat. Seperti wajib menanam pohon tajuk tinggi sebanyak 400 pohon per satu hektar. Kalau seperti itu, tanaman kami tidak akan tumbuh karena terhalang pohon tinggi” Lanjut Nur Roshid.

Sementara, Pihak KSP atau yang diwakili oleh Mufti Makarimal Ahlaq, bidang Deputi 5 telah menerima dan akan mengkoordinasikan laporan DRL lebih lanjut.

“Laporan bapak-bapak semua sudah kami terima. Selanjutnya akan kami koordinasikan dengan atasan dan pihak-pihak terkait untuk segera ditindaklanjuti”

Ahmad Suban Rio, selaku Sekretaris jenderal Dewan Rakyat Lampung mengapresiasi pihak KSP yang sudah menerima laporan masyarakat.

“Alhamdulillah, kedatangan kami dari Lampung ke Jakarta tidak sia-sia. Sebab pihak KSP sudah menerima laporan kami dan akan menindaklanjuti hal tersebut. Kami harap ini akan menjadi hasil yang baik untuk masyarakat khususnya Kota Batu dan sendang baru,” pungkasnya. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkait