Oleh : Ariyadi Ahmad
TIDAK sedikit dari kita membutuhkan alasan untuk berkunjung ke suatu daerah. Karena memang “iming-iming” lah yang membuat kita tertarik.
Ya, ada hal yang ditawarkan. Sehingga orang tertarik untuk datang. Tidak heran jika banyak yang bertanya apa yang megiming-imingi beberapa tokoh nasional, tertarik untuk datang ke Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba).
Sebut saja, Menko Perekonomian Erlangga Hartarto, Ketua DPR RI Puan Maharani, Pengusaha Aburizal Bakri dan terbaru Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Anies Rasyid Baswedan adalah tokoh yang baru saja jadi bahan perbincangan, lantaran memilih Tubaba.
Kunjungan Anies, Minggu (08/05/2022) tentu tidak terlepas dari sosoknya yang digadang-gadang akan maju pada Pilpres 2024 mendatang.
Perbincangannya menjadi lebih menarik, karena Tubaba yang hanya berpenduduk kurang lebih 300 ribu jiwa, jumlah yang tentu kurang seksi jika tujuannya adalah hanya lawatan politik semata.
Sahabat saya Wirahadikusumah dalam tulisannya (Baca : Magnet Tubaba) mencoba menarik benang merah antara lawatan Anis dengan ketertarikan PT Sugar Group Companies (SGC) yang membangun sebuah Universitas di wilayah tersebut.
Sayangnya Ketua PWI Lampung itu tidak secara gamblang menyebut apa magnet yang menyedot dua hal tersebut. Kendati demikian dalam paragraf terahir Wira menyebut kata “siapa magnetnya”. Dari kata “siapa” jelas bahwa yang dimaksud adalah seseorang atau seorang tokoh.
Ingatan saya pun kembali ke beberapa bulan lalu, tepatnya 3 Februari 2022 ketika saya dan jajaran pengurus PWI Lampung berkunjung ke Tubaba.
Ketika itu Sang Bupati Umar Ahmad menyambut kami dengan hangat. Tidak saja ramah, tapi penuh nuansa kekeluargaan.
Saya mengira sosok yang sederhana ini lah magnet bagi Tubaba. Tapi kemudian terkaan saya terbantah, ketika Bupati Umar menyampaikan sambutannya.
Ya, ada hal yang ditawarkan. Itu lah yang menjadi magnet bagi Tubaba. Apa itu?
Bupati Umar Ahmad memaparkan Ide Gilanya yang ia sebut sebagai Konsep Nilai Tubaba dengan gamblang kepada kami.
Menurut Umar, sebutan Tubaba bukan hanya abreviasi dari nama Tulang Bawang Barat. Lebih dari itu, Tubaba adalah Konsep Nilai.
“Ketika ada tamu berkunjung dan orang Tulang Bawang Barat biasa-biasa saja, maka belum Tubaba. Disinilah konsep nilai Tubaba diimplementasikan. Sederhananya ketika ada tamu, maka disambut dengan ramah, dipersilahkan duduk, dilayani dengan baik, dihidangkan makanan dan minuman yang terbaik, maka itu lah Tubaba,” kata Umar kala itu.
Konsep Nilai Tubaba
Dalam websitenya www.menujutubaba.com, dijelaskan Konsep Nilai Tubaba memiliki tiga komponen penting. Pertama, pendatang sebagai pendorong pembaharuan ekonomi dan wawasan. Kedua, budaya dan spiritualitas, sebagai penyeimbang pembangunan fisk dan kemajuan ekonomi. Ketiga, ekologi pelestarian alam sebagai sumber kehidupan.
Ketiga komponen ini menjadi landasan pembangunan wilayah Tubaba baik sebagai tempat bekerja maupun tinggal, serta manusianya.
Ada satu konsep yang menurut saya menarik dari pemaparan Umar dalam sambutannya kala itu, yakni tentang konsep “Kehidupan modern yang dekat dengan alam”.
Umar mengatakan, ambisi besar Tubaba adalah menulis ulang definisi hidup modern di Indonesia.
“Kami telah memulai proses pembangunan Uluan Nughik. Sebuah ‘desa maju’ yang akan menghadirkan kebaikan sebuah kota, tanpa turut membawa serta kekurangannya,” kata Umar.
Uluan Nughik, lanjut Umar adalah pusat pemerintahan dan ekonomi Tubaba yang seimbang antara kreasi manusia dan alamnya. Dimana penghuninya memiliki akses mudah ke pusat perdagangan, hiburan, dan budaya tapi juga hidup dalam ketenangan dan rasa nyaman. Dimana kendaraan bermotor pribadi tidak dibutuhkan untuk menjelajah seluruh areanya.
Dari pemaparan Umar, saya kemudian membayangkan animasi keren berjudul Wonderland Indonesia karya Alffy Rev yang sempat viral Agustus 2021 lalu, akan terwujud di Lampung, jika konsep Uluan Nughik dalam Nilai Tubaba ini berjalan.
Hemat saya, inilah magnet bagi Tubaba. Tidak semua pemimpin berani berinovasi. Ide gila Umar tentu tidak akan berjalan mulus tanpa dukungan semua kalangan. Kampanye dalam setiap kesempatan terkait konsep ini telah di lakukan.
Sudah barang tentu rasa penasaran menjadi daya tarik bagi setiap pengunjung yang datang. Tidak terkecuali bagi mereka para pembesar.
Apa yang di cita-citakan Umar tentu harus disambut dengan aksi. Untuk sebuah aksi pasti harus dukungan dengan kebijakan, regulasi dan investasi.
Ide gila ini akan terwujud jika pemangku kebijakan dari pusat hingga daerah satu frekuensi. Pertanyaannya, di ahir masa jabatan Umar Ahmad sudah sejauh mana Ide Gilanya terwujud? Apakah Ide Gila yang cemerlang itu akan berlanjut dengan cakupan yang lebih luas?
Wallahu’alam
*) Artikel dengan judul yang sama juga tayang di www.jarrakpos-lampung.com